Cerita mengenai kegagalan dalam pengeboran (drilling) adalah lumrah terjadi. Saya kira banyak operator company baik besar atau kecil, baik lokal atau international, baik NOC atau Independent Oil Company pernah mengalami hal tersebut. Cuman, berita tsb hanya umumnya hanya diketahui oleh kalangan terbatas, karena seperti halnya tersebut termasuk kategori "rahasia" perusahaan.
Berbicara masalah kegagalan dalam kegiatan pengeboran saya kira banyak macamya. 1.) Ada Company yg ingin mendapatkan minyak, tapi ternyata menemukan gas atau sebaliknya; 2.) Ada pula yg merencanakan untuk mendapatkan reserve yg besar, tapi ternyata GIIP atau OIIP jauh dibawah nilai ekonomis. 3.) Ada pula yg hanya mendapatkan water atau angin saja alias "dry well". Untuk point 1.) masih OK, gas dapat juga di produksi, kalau untuk point 2.) akan tergantung harga komoditi saat itu serta evaluasi ekonomis..atau..life cycle cost sehingga kalau masih minimal "break event point" biasanya masih dipertimbangkan untuk di eksplorasi/diproduksi. Untuk point 3.) biasanya memang sdh masuk ke dalam perhitungan Risk Management, sebab kalau nggak salah (CMIIW) untuk kemungkinan keberhasilan pengeboran biasanya diantara 10 sampai 30 persen saja, tergantung kepada banyak faktor.
Jadi, idealnya setiap Operator sdh siap dgn kegagalan.
Nah, biasanya sebelum melakukan pengeboran Production Well, Operator akan melakukan pengeboran Exploration Well terlebih untuk mevalidasi semua data-data sehingga meminimalkan dampak kerugian dan untuk mengambil well fluid dan core data bagi keperluan study lebih lanjut.
Tanya - wati_031
Assalamu'alaikum,
Rekan-rekan migas, ada yang bisa membagi informasi ga tentang contoh2 company yang mengalami fenomena kerugian (baik dalam cost, atau hazard) yang pernah terjadi baik di negara kita tercinta indonesia maupun di mancanegara yang terjadi akibat salah memprediksi reservoir. mulai dari yang ngebor sumur tapi ga dapet apa2 alias rugi secara ekonomi, maupun ngebor tenyata berbuah bencana. ditunggu balasannya ya.
Sebelumnya matur suwun alias terimakasih atas info dr rekan2 sekalian.
Tanggapan 1 - Awaluddin Berwanto
Mbak Susilowati,
Sebenarnya cerita mengenai kegagalan dalam pengeboran (drilling) adalah lumrah terjadi. Saya kira banyak operator company baik besar atau kecil, baik lokal atau international, baik NOC atau Independent Oil Company pernah mengalami hal tersebut. Cuman, berita tsb hanya umumnya hanya diketahui oleh kalangan terbatas, karena seperti halnya tersebut termasuk kategori "rahasia" perusahaan.
Berbicara masalah kegagalan dalam kegiatan pengeboran saya kira banyak macamya. 1.) Ada Company yg ingin mendapatkan minyak, tapi ternyata menemukan gas atau sebaliknya; 2.) Ada pula yg merencanakan untuk mendapatkan reserve yg besar, tapi ternyata GIIP atau OIIP jauh dibawah nilai ekonomis. 3.) Ada pula yg hanya mendapatkan water atau angin saja alias "dry well". Untuk point 1.) masih OK, gas dapat juga di produksi, kalau untuk point 2.) akan tergantung harga komoditi saat itu serta evaluasi ekonomis..atau..life cycle cost sehingga kalau masih minimal "break event point" biasanya masih dipertimbangkan untuk di eksplorasi/diproduksi. Untuk point 3.) biasanya memang sdh masuk ke dalam perhitungan Risk Management, sebab kalau nggak salah (CMIIW) untuk kemungkinan keberhasilan pengeboran biasanya diantara 10 sampai 30 persen saja, tergantung kepada banyak faktor.
Jadi, idealnya setiap Operator sdh siap dgn kegagalan.
Nah, biasanya sebelum melakukan pengeboran Production Well, Operator akan melakukan pengeboran Exploration Well terlebih untuk mevalidasi semua data-data sehingga meminimalkan dampak kerugian dan untuk mengambil well fluid dan core data bagi keperluan study lebih lanjut.
Nah, kalau seperti kejadian Lapindo Brantas, mungkin masuk kategori lain yg hingga saat ini masih diperdebatkan..apakah merupakan natural disaster atau human error ?
Tanggapan 2 - wati_031
Yup, saya setuju bahwa kegagalan memang lumrah terjadi. terimakasih sebelumnya atas jawabannya. sebenarnya saya menannyakan hal ini karena ingin memetakan sebenaranya penyebab kegagalan sebuah pengeboran itu lebih sering dipicu oleh hal apa saja. sehingga kita bisa melakukan tindakan2 yang dapat meminimalisir hal ini. karena saya rasa ini hal yang penting untuk dipikirkan dan dicari solusinya agar dapat mereduksi segala risk yang mungkin muncul. biar oil2 co juga tidak mengeluarkan lbh banyak cost. iya ga pak..
Tanggapan 3 - Isra Ismail
Mbak Wati,
Perlu dibedakan disini antara kegagalan drilling dan kegagalan menemukan minyak.
Kegagalan drilling misalnya karena mengalami masalah dalam drilling sehingga gagal mencapai kedalaman yang direncanakan. Hal ini bisa terjadi karena mengalami kick yang tak terkendalikan sehingga jadi blowout, pipa terjepit (stuck pipe), atau kesalahan design sehingga ukuran casing dan lubang menjadi semakin kecil sebelum mencapai kedalaman reservoir yang dituju. Ada banyak hal penyebab gagalnya drilling mencapai target depth. Tetapi dalam perencanaan sebuah sumur (drilling program) semua itu seharusnya sudah diperhitungkan, termasuk juga menyiapkan contingency plan jika hal itu terjadi. Kegagalan seperti ini bisa terjadi pada drilling sumur eksplorasi maupun development. Contoh dari kegagalan drilling yang termasuk kategori ini adalah Sumur Lapindo yang menyebabkan terjadinya banjir lumpur (Lusi).
Yang sering terjadi adalah drillingnya berhasil (artinya tidak mengalami masalah-masalah seperti tsb diatas) tapi gagal menemukan minyak. Kegagalan kategori ini biasanya terjadi pada sumur eksplorasi. Penyebabnya antara lain karena ternyata reservoirnya tidak ada di lokasi yang dituju, salah interpretasi data-data seismik, salah korelasi lapisan-lapisan formasi dan lain-lain.
Tanggapan 4 - roeddy setiawan
dear Wati,
maksud nya bagai mana. ???? kalau dilihat satu suur sendiri sendiri yang ngebor ngak nberhasil banyak bu.
tapi kita ini bussines, semuanya berkaitan, kalau kita keluar duit, harus dapat duit that kaidah bisnis yang baik. tentunya setiap usaha. itu ngak pernah pake uang sendiri, tapi kita pinjem.... so kalau dibilang bangkrut yah seperti warung mpok ani gitu ngak pernah ada, semua resiko di spread, disini rugi disana untung, overall harus positif.
sebagai contoh dulu kita ngebor sekitar 137 sumur di deep water indonesia, belum satupun mengeluarkan minyak ataupun gas , tapi dr hasil itu kita dapat konsesi deep wtr mulai dr philipines sampai australia, dibilang rugi ??????. tentu saja tidak, harga konsesi itu lebih besar dr apa yng sudah di spent. semuanya economic excersize.. jadi belum pernah denger yng dibilang bangkrut. kalau di indonesia say ngak menghasilkan sister nya di malaka dapat kaya gitu bu.
Tanggapan 5 - Sulistiyono sulistiyono@bwpmeruap
Perlu disadari bahwa upstream oil and gas business itu Padat Modal, Padat Risiko dan Padat Teknologi. Risiko orang membor dan tidak dapat hidrokarbon adalah salah satunya . Kegagalan atau member dan hasilnya dry hole sudah sangat disadari oleh orang2 yang melakukan kegiatan hulu minyak dan gas bumi. Pada tahun 1970 an rasio discovery dibandingkan kegagalan adalah 3 :7 . Perusahaan2 multinasional juga mengalaminya tidak mendapatka hasil dalam pemboran eksplorasinya seperti Shell selama beroperasi mencari migas di Indonesia sejak tahun 1970 sesudah masa PSC diberlakukan selalu gagal terus diberbagai WKP nya seperti di Kalimantan Timur (Runtu dan Sangkulirang ) dan Kalimanatan Selatan (Meratus Block) , Papua (Memberamo Block dan Podena Block) selalu gagal mendapatkan discovery dalam pemborannya . Sumur Memberamo – 1 menghabiskan dana USD 21 juta dollar tanpa hasil.
Sekarang orang mulai mencari migas dilaut dalam diseluruh dunia karena prospek darat dan laut dangkal sudah mulai sulit mendapatkan cadangan yang besar . Di Indonesia juga sudah memulai mencari migas di laut dalam seperti di selat Makasar dipicu oleh penemuan West Seno dan Mirah Besar (dulu oleh Unocal sekarang Chevron). Nah biaya survai seismilknya sangat mahal apalagi pemborannya. Untuk laut dalam mungkin bisa mencapai USD 1 juta per hari. Kalau member 60 hari sudah harus mengeluarkan biaya USD 60 juta dan belum tentu dapat hasil.
Tanggapan 6 - Rovicky Dwi Putrohari
Kalau tertarik melihat apakah ngebor eksplorasi itu judi atau bukan silahkan simak disini :)
Mengapa perlu investor yang "persistent" ? Mau bisnis atau judi?<http://rovicky.wordpress.com/2006/07/04/mengapa-perlu-investor-yang-persistent/>
http://rovicky.wordpress.com/2006/07/04/mengapa-perlu-investor-yang-persistent/
Tanggapan 7 - El Mundo
Bu wati,
Contoh nya buanyak.. namanya juga gambling
Amoseas Indonesia (Chevron) di Manui (Kendari), di Soe (Timtim), di Fakfak, di Merauke..banyak lagi....mereka sepertinya membuang uang begitu saja. Saat itu beredar anekdot "Caltex menghasilkan uang, Amoseas membuangnya"
satu yang besar.. di North Sea
ada fied yg di operasikan Chevron - namanya Alba (sampai sekarang masih produksi). banyak lokasi yg di bor utk menghitung exact berapa reservenya, termasuk buat model reservoir 3D. Patnernya Conoco, minta supaya di bor lebih dalam lagi..di bor tdk dapat. Conoco ngotot, minta consesi ke UK gov. Disetujui dan di bor thru. Alba reservoir..dapatlah mereka danau condensate +/- 1Km persis dibawah Alba.
Tanggapan 8 - Zein Wijaya
Sedikit koreksi Pak El Mundo (kebetulan saya sedang bekerja di Chevron North Sea dan terlibat dengan asset asset yg anda sebutkan dibawah) mungkin yg anda maksud dengan Danau Condensat di North Sea bukanlah Alba Field, melainkan Brittania Field (yg merupakan joint venture project antara Chevron dan Conoco Phillips)
Alba Field sendiri memproduksi Heavy Crude Oil..
Demikian untuk koreksinya
Tanggapan 9 - sugiarto.env
Betul, Lap. Britannia sbg operatornya ConocoPhillips.
Tanggapan 10 - El Mundo
Betul pak
Namanya Brittania - operatornya ConocoPhillips.
Kebetulan sy di Alba project thn 1993.
Tanggapan 11 - Anggit, Santia (Istech)
Ada dongeng serupa tentang Bekapai (exTotal senior bisa confirm) katanya waktu di bor Inpex, karena kehabisan kertas log, mereka ga dapat apa2.
Datang Total dengan kertas log lebih panjang, maka ditemukanlah Lapangan Bekapai pada posisi yang sama pada tahun 1972 yang menjadi kick start Total mulai beroperasi di Indonesia. Diikuti oleh penemuan Lapangan Handil th 1974 dan selanjutnya lapangan2 lainnya, Tambora, Tunu, Peciko, Sisi-Nubi, South Mahakam, dll disekitar Delta Mahakam yang kaya raya itu
- yang menjadikan Total Indonesia saat ini sebagai penghasil gas terbesar di Indonesia (cmiiw). Dan seingat saya Total pernah bor juga di Jambi, Natuna, Irian - tetapi gagal....
Kabar anginnya Tangguh pun gagal ditemukan Mobil tetapi diteruskan oleh BP dan berhasil.
Jadi biasa loose here and there dan gain here and there - yang penting jumlah akhirnya.... (atau tergantung orang PR mengemasnya untuk mempengaruhi investor????)
Comments
Post a Comment