Sebuah studi teknis yang dilakukan oleh USAID atas nama Nepal Oil Corporation (NOC)
telah memperhitungkan sebuah proyek pembangunan pipa minyak sepanjang 40 km, melintasi perbatasan, dari Raxaul
ke Amlekhgunj, secara finansial dan teknis viable.
Sebuah studi teknis yang dilakukan oleh USAID atas nama Nepal Oil Corporation (NOC)
telah memperhitungkan sebuah proyek pembangunan pipa minyak sepanjang 40 km, melintasi perbatasan, dari Raxaul
ke Amlekhgunj, secara finansial dan teknis viable.
‘Semua keperluan Nepal untuk memastikan bahwa pipa akan digunakan dan dioperasikan tanpa gangguan selama
20 tahun dan biaya proyek akan direalisasikan dengan lancar,’ kata Alain Rosier, USAID Contractor. Tapi ia
memperingatkan bahwa proyek pipa lintas perbatasan ini, termasuk rumit secara alami dan terancam jika hubungan
politik antara kedua negara mendingin.
Lead Technical Advisor dari Nexant, sebuah agensi yang bekerja untuk Proyek Pipa Gas Afrika Barat dan Proyek Pipa
Kenya-Uganda, Rosier memberikan laporan kepada pemerintah, Minggu.
Proyek pipa Raxaul-Amlekhgunj ini didorong oleh NOC dan Indian Oil Corporation tahun 1995, tapi tertunda
karena kegagalan dalam melaksanakan studi proyek secara detail. NOC dan IOC telah menandatangani sebuah nota
kesepahaman (MoU) untuk membangun proyek tersebut.
Studi, yang dilakukan dibawah bantuan teknis dari South Asia Regional Initiative for Energy Cooperation and
Development of USAID, telah memperkirakan biaya pemasangan pipa berdiameter 8-inch sebesar US$ 13 juta (Rs 900
juta).
Tapi, berdasarkan trend konsumsi minyak terakhir, pemerintah disarankan untuk memasang pipa
berdiameter 10-inch. ‘Ini akan meningkatkan biaya awal menjadi US$ 15 juta (Rs 1,05 miliar), tapi menghemat biaya
pemasangan stasiun pemompaan dan juga biaya pemompaan,’ menurut laporan.
Pipa ini diperkirakan akan menurunkan biaya transportasi bahan bakar sebesar 40%. Juga akan menghasilkan
pendapatan tambahan atas penggunaan pipa, turunnya kerugian, pencurian, kondisi jalan yang buruk, disamping
membuat pasokan lebih bersih dan lebih murah.
‘Juga akan membuka Nepal terhadap pelabuhan laut, jika IOC membangun pipa Barauni-Raxaul,’ kata Rosier.
Menyinggung UN Treaty atas fasilitas transit, Rosier mengatakan Nepal bisa membuat pipa untuk transportasi minyak
negara ke-tiga dari pelabuhan laut juga.
Tapi, laporan meminta pemerintah untuk memasang segala instrumen hukum yang penting agar dicapai
kesinambungan proyek, memformulasikan dan menandatangani dokumen peraturan dan masuk kedalam
Inter-Governmental Agreement (IGA) dengan India, mengkonfirmasi komitmen bersama untuk mengimplementasikan
proyek.
‘Tapi, berbagai pihak harus sepakat untuk melakukan apapun untuk mengirimkan pipa dan operasi,’ kata
Rosier.
Ia merekomendasikan agar pemerintah mendirikan badan pengawasan bersama tingkat tinggi untuk menangani
level kebijakan dan badan koordinasi bersama pada level pekerjaan untuk melakukan konstruksi proyek dan
operasinya.
‘Kedua pihak harus memasuki perjanjian teknis pipa dan perjanjian pasokan produk, membentuk syarat-syarat
komersial bisnis. Standar teknis umum dan prinsip metodologi tarif harus diadopsi untuk operasi ini,’ kata Rosier.
Sementara ia menekankan perlunya validasi rejim untuk mengelola pipa di kedua negara, Rosier melihat Nepal bisa
membuat Pipeline Act untuk pemerintah lokal. Para ahli juga menyarankan agar pemerintah melanjutkan proyek
dengan prinsip pembawa dan akses terbuka, sehingga pihak ke-tiga, selain NOC dan IOC, memiliki akses atas pipa di
kedua ujungnya.
‘Pipa, jika dibangun sendiri oleh perusahaan minyak, akan mendukung monopoli de-facto. Sehingga, pemerintah
harus melakukan tindakan serius sebelum memulai proyek, khususnya memikirkan untuk meliberalkan sektor minyak
bumi dan beralih ke sumber lain selain IOC,’ kata Rosier.
Sumber: www.kantipuronline.com