Skip to main content

LCS (Local Control Switch)

Saya sedang mengerjakan proyek dimana jarak antara MCC dengan LCS ( atau motor) sebagian besar diatas 600m. Posisi MCC terpusat di substation.
Yang menjadi pertimbangan saya adalah, karena jarak yang demikian jauh ada kemungkinan pada waktu tombol START di tekan, MCC tidak beroperasi atau demikian juga sebaliknya, tombol STOP di tekan, MCC tidak bias mati, yang mungkin disebabkan oleh voltage drop, kapasitansi di kabel, dll.
Mungkin rekan-rekan punya pengalaman dengan hal-hal tersebut dan bagaimana cara mengatasinya (apabila ukuran kabel diperbesar, ada masalah dengan hub size di LCS nya).

 

Tanya - oma_budi@rekayasa


Rekan-rekan milist,
 
Saya sedang mengerjakan proyek dimana jarak antara MCC dengan LCS ( atau motor) sebagian besar diatas 600m. Posisi MCC terpusat di substation.
Yang menjadi pertimbangan saya adalah, karena jarak yang demikian jauh ada kemungkinan pada waktu tombol START di tekan, MCC tidak beroperasi atau demikian juga sebaliknya, tombol STOP di tekan, MCC tidak bias mati, yang mungkin disebabkan oleh voltage drop, kapasitansi di kabel, dll.
Mungkin rekan-rekan punya pengalaman dengan hal-hal tersebut dan bagaimana cara mengatasinya (apabila ukuran kabel diperbesar, ada masalah dengan hub size di LCS nya).
 
Terima kasih


Tanggapan 1 - taufika@technip


Sedikit pencerahan,

Benar, ke khawatiran kita adalah sinyal kontak dari LCS akan menghilang sampai ke MCS tapi Ada beberapa hal yang harus di perjelas :
1. System controlnya pakai tegangan berapa?
2. Motornya LV atau HV ?
3. Jenis kabel yang digunakan ?

Sebenarnya untuk jarak yang jauh tergantung dari supply controlnya, Jika suplainya 48 VDC sebaiknya menggunakan interposing relay ke tegangan yang lebih tinggi agar arus mengecil dan drop tegangan jadi mengecil (kabel juga).

Silahkan para Electrical mania untuk menambahkan ........


Tanggapan 2 - oma_budi@rekayasa


Sebagai informasi tambahan,

Tegangan control 230V untuk MV (3KV) dan LV (400V).
Dengan tegangan kontrol AC230V, saya kira lebih banyak problem, karena adanya kapasitansi jaringan.
Kabel yang dipakai : (XLPE/DTA/PVC) --> DTA : double tape armor

Terima kasih


Tanggapan 3 - Iwan Kationo@pt-spv


Berapa banyak motor yang anda control ?
Kalo banyak sekali, apakah ngak sebaiknya di bagi menjadi
Beberapa tempat (lokalisir) dan masing2 lokasi di buat remote station
Yang terpusat di Substation. Cuman kalo pake cara ini
Butuh control station (PLC) ...


Tanggapan 4 - oma_budi@rekayasa

Pak Iwan,

Jumlah motornya,
MV 3KV = 12 pcs
LV 400V = +/- 120 pcs

Untuk dibagi dalam beberapa substation, gak mungkin. karena tempatnya agak terbatas dan motor2 tersebut adalah untuk melayani 1 process area.

Saya pernah diberitahu untuk pemasangan shunt resistor untuk menghilangkan kapasitansi di jaringan. Dan untuk automatic start/stop motor dari DCS dengan menggunakan interposing relay yang VA nya cukup besar, sehingga apabila stop motor, kapasitansi dari jatringan tidak cukup kuat untuk menahan (hold) coil interposing relay.


Tanggapan 5 -  asepsae@softhome


Ikut nimbrung tapi maaf agak terlambat,

Sebaiknya di MCC ditambahin interposing ralay saja, jadi sinyal start/stop  dari field akan menggerakkan coil relay yang tentunya lebih kecil dari  coilnya contactor. Terus coil contactor akan digerakan dengan anak  contact-nya relay.

Hanya perlu sedikit modifikasi pada rangkaian schematicnya



Tanggapan 6 - oma_budi@rekayasa

Pak AS,

Selain interposing apakah ada alternatif lain??
Tapi, terima kasih atas sarannya.

Comments

  1. kalau pakai AC control circuit ada kemungkinan coil relay/contactor tidak off ketika di de-energize karena ada efek kapasitansi di kabel yang panjang. pakai DC control circuit untuk meng-eliminasi efek kapasitansi di kabel yang panjang, dan pakai interposing relay yang kualitasnya bagus, bukan yang standar (krn sering kejadian gagal dalam trip-command).

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

DOWNLOAD BUKU: THE TRUTH IS OUT THERE KARYA CAHYO HARDO

  Buku ini adalah kumpulan kisah pengalaman seorang pekerja lapangan di bidang Migas Ditujukan untuk kawan-kawan para pekerja lapangan dan para sarjana teknik yang baru bertugas sebagai Insinyur Proses di lapangan. Pengantar Penulis Saya masih teringat ketika lulus dari jurusan Teknik Kimia dan langsung berhadapan dengan dunia nyata (pabrik minyak dan gas) dan tergagap-gagap dalam menghadapi problem di lapangan yang menuntut persyaratan dari seorang insinyur proses dalam memahami suatu permasalahan dengan cepat, dan terkadang butuh kecerdikan – yang sanggup menjembatani antara teori pendidikan tinggi dan dunia nyata (=dunia kerja). Semakin lama bekerja di front line operation – dalam hal troubleshooting – semakin memperkaya kita dalam memahami permasalahan-permasalahan proses berikutnya. Menurut hemat saya, masalah-masalah troubleshooting proses di lapangan seringkali adalah masalah yang sederhana, namun terkadang menjadi ruwet karena tidak tahu harus dari mana memulainya. Hal ters...

Leak Off Test

Prinsipnya LOT (leak off test) dilakukan untuk menentukan tekanan dimana formasi mulai rekah. Tujuannya: 1. Menentukan MASP (Max. Allowable Surface Pressure). Yaitu batasan max surface pressure yg boleh kita terapkan selama drilling operation, tanpa mengakibatkan formasi rekah (fracture). 2. Dengan mengetahui MASP, berarti juga kita bisa mengetahui Max. mud weight yg boleh kita terapkan selama drilling operation, tanpa mengakibatkan formasi rekah (fracture). 3. Menentukan Kick Tolerance. Yaitu maximum kick size yg masih bisa kita tolerir untuk dihandle. Parameter ini nantinya juga berperan untuk menentukan depth casing shoe yang aman dari sudut pandang well control issue. 4. Mengecek kualitas sealing antara cement dengan casing Tanya - BGP HSESupv. BGP.HSESupv@petrochina Dear all Saat masih di rig dulu saya sering mendengar istilah leak off test. dimana step2nya kira kira sebagai berikut 1. Cementing Job 2. TSK ,masuk string dan bor kurang lebih 3 meter dibawah shoe. 3. dilakukan ...

Shutdown System

Apa yang membedakan antara PSD dan ESD? Secara umum keduanya berfungsi "membawa" sistem pemroses ke "keadaan yang lebih aman". Namun secara spesifik PSD lebih ditujukan kepada sebab sebab Process Specific seperti: Overpressure di bagian hilir kompressor, temperatur tinggi di heater untuk fuel gas, level yang terlau rendah di slug catcher, dst. Sementara ESD lebih ditujukan untuk menanggulangi dampak dari suatu kejadian yang sudah terjadi: misalnya gas yang telah bocor, kebakaran kecil di technical room, kebocoran minyak di pipeline, dst. Kedua jenis shutdown ini dapat pula dipicu oleh spurious trip atau gagalnya sistem shutdown tanpa sebab sebab yang diketahui dengan jelas. lebih rendah levelnya dari PSD ialah USD, atau Unit shutdown. Perlu dicamkan penamaan bisa berbeda beda antar company, misalnya ada yang menyebutnya sebagai ESD1, ESD2, ESD3 dan seterusnya, ada yang menyebutkannya sebagai ESD, PSD, USD dan seterusnya. Tidak penting, yang penting pahami betul fi...