Skip to main content

Level Transmitter & Differential Transmitter

Untuk mengukur level kita bisa menggunakan d/p transmitter. d/p transmitter merupakan instrument yg paling umum dugunakan untuk pengukuran level. Selain harganya lebih murah, instalasinya pun lebih gampang dibandingkan level transmitter jenis lain.
Level transmitter sendiri banyak macamnya,seperti radar, ultrasonic, radioaktif, D/P, displacer, etc. Jadi d/p transmitter itu sendiri juga bisa digunakan sebagai level transmitter. Yg membedakan masing2 tipe level transmitter adalah prinsip kerjanya. Untuk d/p hanya menggunakan prinsip tekanan hidrostatis yg rumusnya bisa kita lihat dibuku2 fisika dasar. Untuk di tangki, d/p transmitter yg digunakan pun bermacam2 dengan cara installasi yg berbeda pula.
Untuk tangki yg terbuka kita bisa menggunakan flanged d/p transmitter dengan L side dibiarkan ke ATM. Ini lebih efisien karena kita tidak perlu tubing untuk hook-up. Untuk tangki tertutup, kita bisa menggunakan d/p type level transmitter dengan hook-up tubing.


Tanya - Manik


Rekan Migas,

Untuk mengukur Level dari sebuah tanki dengan transmitter, kenapa bisa digunakan differential transmitter sebagai pengganti level transmitter?
Apa perbedaan dari kedua penggunaan alat tersebut, adakah pertimbangan tertentu dalam penggunaan differential transmitter dalam mengukur level tanki, kenapa tidak pakai level transmitter saja?
Cara pemasangan di tanki bagaimana antara diff. transmitter dan level transmitter, adakah perbedaan?



Tanggapan 1 - Wikan Nugrahajaya

Pak Manik,

Pengukuran level dengan menggunakan DP transmitter adalah common untuk digunakan, bahkan bisa disebut sebagai first choise untuk level transmitter, selain lebih murah dari type2 level transmitter seperti displacer, radar wave dll, selain itu untuk instalasi lebih mudah.

Prinsip DP Transmitter itu sendiri adalah dari rumus tekanan hydostatik :
P = Pgh

Untuk open tank, untuk P yang high diconnectkan ke bagian bawah tanki, sedangkan untuk P yang low, cukup atm saja, hal ini karena :
Phigh=Pgh+atm, Plow=atm
Sehingga untuk mengkompensasi atm, DP = Pgh+atm-atm
Didapatkan h.

Sedangkan untuk close tank, sama seperti open tank, tetapi untuk P low diconnectkan ke bagian atas tanki, hal ini untuk mengkompensasi tekanan gas dari dalam tanki :
sehingga menjadi DP = Pgh+Pgas-Pgas, sehingga didapatkan h.

Pada pengukuran level menggunakan DP, kita harus mengetahui properti (P atau bisa juga SG) fluida tersebut.

Untuk Closed tank ada dua macam instalasi yaitu :
1. Dry Leg : dimana untuk P low, transmitter kontak langsung dengan fluida, dalam hal ini adalah gas fluida
2. Wet Leg : dimana untuk P low, transmitter diberi media fluida yang berbeda seperti (glycol / silicone oil / water-common) untuk kompensasi dari kondensasi media fluida yang diukur (memakai diapragm) atau karena suatu case tertentu (seperti fluida gas yang korosif)

Mungkin untuk basic prinsipnya Pak Manik bisa mengunjungi www.efunda.com.

Ato bapak2 yang lain ada yang menambahkan.

Maaf kl ada yang kurang atau salah.



Tanggapan 2 - ricky hardian

Pak Manik,

Untuk mengukur level kita bisa menggunakan d/p transmitter. Saya pikir d/p transmitter merupakan instrument yg paling umum dugunakan untuk pengukuran level. Selain harganya lebih murah, instalasinya pun lebih gampang dibandingkan level transmitter jenis lain.
Level transmitter sendiri banyak macamnya,seperti radar, ultrasonic, radioaktif, D/P, displacer, etc. Jadi d/p transmitter itu sendiri juga bisa digunakan sebagai level transmitter. Yg membedakan masing2 tipe level transmitter adalah prinsip kerjanya. Untuk d/p hanya menggunakan prinsip tekanan hidrostatis yg rumusnya bisa kita lihat dibuku2 fisika dasar. Untuk di tangki, d/p transmitter yg digunakan pun bermacam2 dengan cara installasi yg berbeda pula.
Untuk tangki yg terbuka kita bisa menggunakan flanged d/p transmitter dengan L side dibiarkan ke ATM. Ini lebih efisien karena kita tidak perlu tubing untuk hook-up. Untuk tangki tertutup, kita bisa menggunakan d/p type level transmitter dengan hook-up tubing.
Mungkin rekan2 yg lain bisa mengoreksi ato mungkin menambahkan.


Tanggapan 3 - Encep Y. Permana

Sekedar menambahkan saja,

1. Biasanya untuk menentukan suatu jenis level Instrument kita harus check atau melihat suatu design tangki yang sudah di design oleh Process Eng. & Mechanical Eng. (apakah open tank atau closed tanki) dan akan lebih baik kita juga harus mengecek untuk mengetahui process apakah yang ada didalam tangki tersebut teramasuk jenis liquid/ media, press., temp. , SG, tinggi tanki dll.

2. Jika tangki tsb. open tank kita bisa select DP Level Transmitter karena tanki kondisi open/ atmosperic. hanya saja untuk DP level used Flanged Mounted position low level harus cross check dengan vendornya mengenai jarak posisi yang tepat (dari jarak base plate tangki hingga DP Tx) untuk install DP Tx, supaya mendapatkan jarak pengukuran yang ideal dan akurat. dan sebaiknya diberikan drain valve diantara flanged sehingga jika terjadi plugging dalam process bisa kita realease segera oleh oparator/ maintenance, juga diberikan manual valve di didepan drain valve tersebut, ini untuk antisipasi jika suatu hari DP Level Tx Rusak dan mau diservice bisa kita tutup valve tsb. lalu dengan mudah kita dapat melepasakan DP Level Tx tersebut.

3. Jika tangki tsb. close tank kita bisa select model guided wave radar used probe or horn, capacitance, magnetic level gauge etc.. apalagi saat ini banyak dipasaran Jenis Level Magnetic yang bisa complete one set clamp on mounted dengan Level Transmitter Magnetostrictive sekaligus level switch tanpa harus banyak connection di posisi tangki (cukup 2 connection low and High, tapi bisa mengcover 5 instrument sekaligus)

4. Mengenai pemasangan untuk radar biasanya Top mounted dan untuk DP Level Tx, Magnetic Level Gauge, Floating type, Displacer type biasanya disamping tangki.


Tanggapan 4 - Gustiyanto

Dear Pak Permana Chepy,

Saya hanya pengen lebih dalam di point #3,

Memang saat ini banyak fabrikan yang mengeluarkan Level Magnetic yang 3 in 1, yaitu sudah terdapat fungsi level transmitter, level switch dan level gauge. Tapi ada satu pertanyaan, yang kadang membuat saya jadi menyibak suatu misteri. Secara efektif, mungkin memang bisa kita gunakan level magnetic, selain complete item, juga bisa meminimalkan jumlah nozzle yang nempel di vessel. Tapi kenapa ya masih banyak plant plant baru yang tetap menggunakan 3 field instrument tsb tiap vesselnya. Apakah dari kacamata maintenance ini tidak menguntungkan atau apa? Secara price, jelas level magnetic ini lebih murah disbanding akumulatif dari 3 field instrument (level gauge, level transmitter, level switch).
Mohon masukkan dari para rekanz semua.. terima kasih.
Ok, thank you for your respond



Tanggapan 5 - "Waskita Indrasutanta"


Rekans,
Kelihatannya berlebihan, tetapi dengan menggunakan 3 sets individual field instruments kemungkinan terjadinya 'common fault' untuk LG, LT dan LS jauh lebih kecil dibandingkan dengan satu field instrument yang berfungsi sebagai LG, LT dan LS.



Tanggapan 6 - "priyo_a_s"


Rekan milis,

memang lebih baik dipisahkan fungsi2 dari instrument tersebut, untuk menghindari common fault.

juga apabila fungsi level switch (LS) itu terkait dengan fungsi interlocking trip atau hal2 yang kritis, ada baiknya dipisah (ada 2 item instrument), antara LSHH dan LSLL.

Namun bilamana hanya sekedar alarm dan tetap membutuhkan acknowledge dari operator, bisa tetap fungsi high dan low tersebut dalam satu instrument, namun pada sisi PLC/DCS, dibuatkan fungsi alarm low dan high. jadi bisa ada second decision.


Tanggapan 7 - permana chepy


Pak Gusti,

Kalau menurut saya bahwa dengan dipasangnya 3-5 instrument (LG, LIT, LSHH, LSH, LSLL sekaligus sbb:

1. Mengurangi jumlah nozzle itu sudah pasti secara siginificant, karena jika langsung direct mounted ke 5 instrument tersebut akan sungguh banyak nozzle memenuhi tangki tsb.

2.Dengan system switch clamp on magnetic, switch akan lebih mudah dikalibrasi terutama untuk setting pointnya karena hanya dengan menaik dan turunkan saja (digeser-geser), jika pake nozzle sulit untuk merubah posisi setting level switch dan jika ingin merubah kita harus membuat nozzle baru.

3. Transmitter bisa dengan mudah di install cukup dengan clamp on mounted saja pada chamber level gauge, selain itu letak orientasi Transmitter bisa kita posisikan di bawah atau diatas sehingga operator
bisa melihat dengan mudah karena stick./probe Transmitter tersebut biasanya panjang mengikuti ukuran design chamber Level Gauge yang sudah di ukur secara center to center pada awal design.

Secara over all bisa dengan mudah kita mainetance karena posisi di bawah chamber biasanya kita siapkan sebuah drain sehingga kapan saja bisa kita realese jika ada endapan kotoran yang ada di dalam chamber. tapi ini kembali ke user masing2.suka yang mana... karena kalau dilihat secara cost lumayan competitive juga maksudnya tidak terlalu mahal, bila dibandingkan 5 instrument (packages) dan 5 nozzle juga ditambah brand yang berbeda-beda, selain itu untuk support dari vendor (level packages) juga bisa lebih mudah karena pada saat beli kan satu brand sehingga jika ada problem di masing2 intrument support akan lebih mudah dari vendornya.

Untuk itu sebaiknya tugas dari level itu sendiri mempunyai tugas masing2 sehingga tidak over laving contohnya: Level Transmitter sebagai monitor and recorder data saja, sementara Level Switch (LSHH, LSH dan LSLL) untuk interlock ke pompa baik untuk mengatifkan pompa maupun mematikan pompa.
sementara Level Gauge (LG) berfungsi sebagai monitor local sekaligus back up system jika sysetem electronic gagal atau rusak, sehingga bisa dengan mudah Operator melihat indikasi on site.



Tanggapan 8 - Gustiyanto


Ya, mungkin kembali ke user nya masing masing, terima kasih atas masukannya Pak Permana

Ok, thank you for your respond


Tanggapan 9 - "Gustiyanto"


Fluida yang digunakan untuk wet leg nya itu kita gunakan air (water) Pak..

Memang kita tidak menggunakan condensate pot. Dan transmitternya sendiri kita sudah kalibrasi dan setting untuk ketinggian dan posisi transmitter itu sendiri, dan tubing nya pun tidak masalah karena sudah kita buat slope.

Terima kasih..
Ok, thank you for your respond


Tanggapan 10 - Fajar


Pak Gusti,
1. Untuk wet contact, cairan apa yang digunakan?Air atau Glycerine atau material cair yang sedang diukur?
2. Apakah cairan yang diukur di tangki mudah menguap? atau mudah berubah SGnya dengan temperature siang dan malam?
3. Apakah Hook up instrument tubing dipasang condensate pot (CP) dan terpasang slope untuk yang bagian atas tank yang terhubung dgn DPtx?

Wet cantact sebaiknya menggunakan air (SG=1) atau cairan yang tidak mudah menguap atau SGnya tidak mudah berubah dengan adanya perubahan temperature.(cairan tsb tidak boleh bereaksi dengan material yang ada di tangki) Condensate pot (CP) sebaiknya dipasang untuk dry maupun wet contact, dan pipa/tubing yang terhubung dengan condensate pot ke tapping point di tangki harus slope (kondensate pot lebih tinggi dari tapping point di tangki).
Pemasangan pipa/tubing ke CP dari DPtx untuk yang wet contact harus terkoneksi dengan bagian paling bawah CP dan pipa/tubing dari tanki ke CP terkoneksi lebih tinggi kira-kira 1 inch dari koneksi paling bawah sehingga cairan di CP tetap terjaga.
Untuk pemasangan pipa/tubing yang dry contact dari DPtx ke CP terkoneksi pada posisi paling atas dari CP dan dari tangki ke CP dipasang pada posisi paling bawah CP dan terpasang slope agar kondensasi yang terjadi cepat kembali ke tangki.

Kalau SGnya berubah antara siang dan malam maka harus menggunakan koreksi temperature untuk menghitung level tangki, jika sudah ada temperature transmitternya jika tidak ada, lebih effesien mengganti dengan type ultrasonic atau float atau yang lain.



Tanggapan 11 - Wikan Nugrahajaya


Apakah yang Pak Gusti maksud dari dry contact dan wet contact adalah dry leg dan wet leg pada DP transmitter.

Untuk dry leg memang tidak direkomendasikan digunakan (tergantung pada service tanki juga), karena ada beberapa kasus error yang terjadi pada Plow disebabkan kondensasi dan evaporasi fluida dari tanki. Sehingga untuk mengatasi hal tersebut dipakailah wet leg, mungkin kalau ada gambarnya lebih jelas lagi.

Sebenarnya selain dry leg dan wet leg, ada juga beberapa hal yang harus diperhatikan pada instalasi DP transmitter seperti zero suppresion sebagai kompensasi dari jarak pemasangan DP transmitter dan zero elevation sebagai kompensasi dari instalasi wet leg (dimana pada Plow bisa mendapat P lebih besar dari Phigh, karena tinggi dari wet leg bisa sama atau lebih tinggi dari level tanki tersebut, sehingga hasil DP bisa menjadi negatif, karena itu saat kalibrasi dan set up transmitter dibutuhkan positif bias agar pembacaan transmitter tidak - )

Maaf jika penjelasannya kurang mengena.


Tanggapan 12 - Gustiyanto gustiyanto@tripatra


Fluida yang digunakan untuk wet leg nya itu kita gunakan air (water) Pak..

Memang kita tidak menggunakan condensate pot. Dan transmitternya sendirikita sudah kalibrasi dan setting untuk ketinggian dan posisi transmitter itu sendiri, dan tubing nya pun tidak masalah karena sudah kita buat slope.

Terima kasih..

Ok, thank you for your respond



Tanggapan 13 - Dade_GMail kuswanto.rahayu


Mo ikutan sharing,

Pada dasarnya ada beberapa hal yg harus kita perhatikan agar LT/LIT kita dapat berfungsi dg baik :

1. X-MTR kita harus benar2 sesuai dg apa yg dibutuhkan oleh tangki dan fluida/media didalamnya.

a. Range X-MTR.
b. SG fluida.

2. Mengikuti cara pemasangan sesuai dg instruction manual.

a. P-low
b. P-high

3. Mengikuti cara kalibrasi sesuai dg instruction manual.

a. Zero setting.
b. Low Range Value setting.
c. High Range Value setting.

Saya yakin X-MTR kita dapat berfungsi dg. Baik.

Comments

Popular posts from this blog

DOWNLOAD BUKU: THE TRUTH IS OUT THERE KARYA CAHYO HARDO

  Buku ini adalah kumpulan kisah pengalaman seorang pekerja lapangan di bidang Migas Ditujukan untuk kawan-kawan para pekerja lapangan dan para sarjana teknik yang baru bertugas sebagai Insinyur Proses di lapangan. Pengantar Penulis Saya masih teringat ketika lulus dari jurusan Teknik Kimia dan langsung berhadapan dengan dunia nyata (pabrik minyak dan gas) dan tergagap-gagap dalam menghadapi problem di lapangan yang menuntut persyaratan dari seorang insinyur proses dalam memahami suatu permasalahan dengan cepat, dan terkadang butuh kecerdikan – yang sanggup menjembatani antara teori pendidikan tinggi dan dunia nyata (=dunia kerja). Semakin lama bekerja di front line operation – dalam hal troubleshooting – semakin memperkaya kita dalam memahami permasalahan-permasalahan proses berikutnya. Menurut hemat saya, masalah-masalah troubleshooting proses di lapangan seringkali adalah masalah yang sederhana, namun terkadang menjadi ruwet karena tidak tahu harus dari mana memulainya. Hal ters...

Leak Off Test

Prinsipnya LOT (leak off test) dilakukan untuk menentukan tekanan dimana formasi mulai rekah. Tujuannya: 1. Menentukan MASP (Max. Allowable Surface Pressure). Yaitu batasan max surface pressure yg boleh kita terapkan selama drilling operation, tanpa mengakibatkan formasi rekah (fracture). 2. Dengan mengetahui MASP, berarti juga kita bisa mengetahui Max. mud weight yg boleh kita terapkan selama drilling operation, tanpa mengakibatkan formasi rekah (fracture). 3. Menentukan Kick Tolerance. Yaitu maximum kick size yg masih bisa kita tolerir untuk dihandle. Parameter ini nantinya juga berperan untuk menentukan depth casing shoe yang aman dari sudut pandang well control issue. 4. Mengecek kualitas sealing antara cement dengan casing Tanya - BGP HSESupv. BGP.HSESupv@petrochina Dear all Saat masih di rig dulu saya sering mendengar istilah leak off test. dimana step2nya kira kira sebagai berikut 1. Cementing Job 2. TSK ,masuk string dan bor kurang lebih 3 meter dibawah shoe. 3. dilakukan ...

Shutdown System

Apa yang membedakan antara PSD dan ESD? Secara umum keduanya berfungsi "membawa" sistem pemroses ke "keadaan yang lebih aman". Namun secara spesifik PSD lebih ditujukan kepada sebab sebab Process Specific seperti: Overpressure di bagian hilir kompressor, temperatur tinggi di heater untuk fuel gas, level yang terlau rendah di slug catcher, dst. Sementara ESD lebih ditujukan untuk menanggulangi dampak dari suatu kejadian yang sudah terjadi: misalnya gas yang telah bocor, kebakaran kecil di technical room, kebocoran minyak di pipeline, dst. Kedua jenis shutdown ini dapat pula dipicu oleh spurious trip atau gagalnya sistem shutdown tanpa sebab sebab yang diketahui dengan jelas. lebih rendah levelnya dari PSD ialah USD, atau Unit shutdown. Perlu dicamkan penamaan bisa berbeda beda antar company, misalnya ada yang menyebutnya sebagai ESD1, ESD2, ESD3 dan seterusnya, ada yang menyebutkannya sebagai ESD, PSD, USD dan seterusnya. Tidak penting, yang penting pahami betul fi...