Skip to main content

Pekerjaan Fireproofing di Kilang Hidrokarbon

Pekerjaaan Fireproofing (Tahan Api) dikilang hidrokarbon ini merupakan salah satu pekerjaan turunan/derivatif yang dilakukan oleh disiplin teknik sipil.
Sedikit banyak berkaitan erat dengan pekerjaan konstruksi struktur baja dan dari derivatif disiplin mekanikal yaitu pekerjaan Static Equipment. Apa Fireproofing Itu Dan Apa Kegunaannya?
Fireproofing yang dimaksud disini adalah lapisan dominan material sementasi (cementitious) yang menutupi skirt/saddle (dudukan)/struktur baja penyangga vessel atau jaringan pipa pembawa dan penyimpan material mudah terbakar (flammable). Fireproofing dapat digolongkan sebagai tindakan pemadaman pasif.


Pembahasan - Thomas Yanuar

Rekans Engineer,

Pekerjaaan Fireproofing (Tahan Api) dikilang hidrokarbon ini merupakan salah satu pekerjaan turunan/derivatif yang dilakukan oleh disiplin teknik sipil.
Sedikit banyak berkaitan erat dengan pekerjaan konstruksi struktur baja dan dari derivatif disiplin mekanikal yaitu pekerjaan Static Equipment. Apa Fireproofing Itu Dan Apa Kegunaannya?
Fireproofing yang dimaksud disini adalah lapisan dominan material sementasi (cementitious) yang menutupi skirt/saddle (dudukan)/struktur baja penyangga vessel atau jaringan pipa pembawa dan penyimpan material mudah terbakar (flammable). Fireproofing dapat digolongkan sebagai tindakan pemadaman pasif.
Kegunaannya? Lapisan fireproofing ini dimaksudkan melindungi dudukan dan penyangga vessel dan jaringan pipa yang dimaksud dari kegagalan fungsional selama terjadi kebakaran hidrokarbon minimal 3 jam. Rating 3 jam ini sesuai dengan syarat minimum yang disebutkan dalam standar dunia yang diakui yaitu UL (Underwriters Laboratories) 1709 tentang Rapid Rise Fire Test of Protection Materials for Structural Steel.

Tanggapan 1 - Akh. Munawir

Komen saya,
Fireproofing itu bukan untuk memadamkan api, tetapi menahan paparan panas pada temperatur tertentu yang telah dispesifikasikan dalam durasi waktu tertentu. Sehingga diharapkan major hazard yang teridentifikasi dapat dimitigasi dengan proteksi ini.

Pemilihan material coating itu sangat tergantung cost dan considering impact dari penambahan fireproofing tsb terutama di Offshore dimana Bulk of Material Weight sangat menjadi pertimbangan. Misalnya coating dengan concrete material saya kira dihindari untuk digunakan pada Offshore Design.

Monggo dilanjutkan diskusinya.

Terima kasih,


Tanggapan 2 - Thomas Yanuar


Betul Pak Munawir,

Fireproofing memang bukan untuk memadamkan api/kebakaran. Tetapi lebih pada usaha perlindungan terhadap struktur inti penyangga equipment atau pipe support pada waktu terjadi kebakaran. Sempat saya diskusi dengan beberapa Safety Engineer diproyek-proyek saya sekarang dan sebelumnya, tentang istilah pemadam pasif tersebut. Tulisan saya tersebut terbatas untuk aplikasi di Onshore, dimana densitas satuan material (unit density) tidak menjadi pertimbangan utama.
Terima kasih komennya Pak.


Tanggapan 3 - Puji Yusnanto

Pak Munawir & Mas Thomas,
Mohon pencerahannya, bisakah yg dimaksud pemadaman pasif ini salah satunya adalah menggunakan PFP (Passive Fire Protection). Karena saya pernah melihat PFP ini dipasang/di lacing pada struktur jacket, ESDV maupun pada pipeline (atau riser ya ?). PFP ini berupa panel2/lembaran dari bahan khusus (fireproof) yang disatukan dengan cara dijahit disekeliling pipe/equipment dan dari segi berat relatif ringan dibanding concrete.


Tanggapan 4 - Akh. Munawir

Pak Puji,
Coated Fireproof Material seperti yang anda sebutkan dan didiskusikan sebelumnya is one of applicable methode for implementing Passive Fire Protection (PFP).

Segregation (e.g Safe Distance from Major Hazard, Fire Wall) should be able to categorized as PFP too.


Tanggapan 5 - Alvin Alfiyansyah

Pak Thomas,

Thanks atas sharingnya, ijikan saya menambahkan sedikit. Pastilah safety engineer yg Bapak tanya itu mengerti konsep LOPA dimana di layer ke 6 jika konsep ini diterapkan maka diperlukan Mechanical/Structure for Post Release Protection or PFP (passive fire protection).

Sebenarnya ada 3 kategori material fireproofing yaitu :
a. Cementitious based material, sepertinya Pak Thomas banyak pakai yang ini.
b. Ablative materials or non cementitious based material
c. Insulation based material
Selain UL 1709, anda juga dapat merefer ke ASTM E-119 utk mendapatkan fireproofing yang tahan sampai 4 jam.

Dari ketiga kategori material fireproofing diatas, haruslah dicocokkan dengan fire envelope dari plant yang anda mau buat sehingga pemakaian fireproofing lebih tepat dan lebih ekonomis, Pak Thomas sudah menyinggung hal ini dari analisa jenis kebocoran flammable material di plant tersebut.
Kriteria aplikasi bisa dilihat dari densitas, hardness, compressive strength, thermal conductivity, flexibility dan coating serta recommended use yang dipersyaratkan oleh manufacturernya.

Memang aplikasi offshore hal densitas ini menjadi sangat sensitif, rule of thumb utk offshore adalah memakai material yang UL 1709 atau ASTM E-119 fireproof tetapi umumnya dibatasi kemampuan sampai 2 jam atau sesuai fire protection philosophy di design tersebut.
Kemudian instalasi yang mau dilindungi oleh fireproofing haruslah dilihat satu persatu, apakah itu valves, fire pump, air coolers, dll. Ada satu kasus di tempat saya dimana disarankan memakai fireproofing namun setelah ditelaah lebih seksama maka root cause dan akibat dari tumpahan material flammable justru akan mentrigger hal yang berbeda, terkadang saran dari seorang bule belum tentu tepat dan mungkin dibuat terburu-buru....So setuju dengan Pak Thomas bahwa kriteria aplikasi dan dan instalasi fireproofing mestilah dibuat dengan hati-hati sesuai persyaratan project atau perusahaan tersebut, buatlah flowchart kriteria pemasangan dan aplikasi utk melihat efektivitas instalasi fireproofing ini.


Tanggapan 6 - Crootth Crootth

Apakah sudah dijelaskan pula betapa PFP harus segera di re-install dengan yang baru bila ia sudah terekspose dengan kekabaran (yang sesungguhnya)...

Hmm.. Hmm.. nambah beaya lagi..


Tanggapan 7 - Thomas Yanuar

Pak Alvin,

Untuk fireproofing pada pemakaian jenis insulation based material baik di struktur baja atau bagiannya (seperti equipment shade) maupun static equipment itu sendiri (khususnya vessel) memang belum saya bahas, karena saya merasa masih kekurangan bahan untuk diterbitkan sebagai artikel tersendiri.
Tentang flow chart pertimbangan pengaplikasian FP di Plant Onshore, termasuk untuk penerapan di tipe kebakaran Liquid Pool Fire dan Torch/Vapor Pool Fire, entah kenapa tidak bisa tampil disitu. saya kan coba upload bagan-bagan untuk lebih memperjelas sidang pembaca.
Terima kasih komen dan masukannya Pak Alvin.

@Pak Puji,
Saya senada dengan tanggapan Pak Munawir tentang pertanyaan Bapak. Seperti yang dikomen Pak Munawir sebelumnya, di Offshore sangat dipertimbangkan besaran beban yang disandang terkait bulk mass density yang akan dipasang.


Tanggapan 8 - Darmawi Bayin

Mengikuti diskusi Pak Alvin, Pak Yuniar dan Pak Thomas tentang Passive Fire Protection. Saya sangat tertarik dan ingin gabung.
Saya ada permasalahan begini pak. Bagaimana kalau sebuah pipa sepanjang 6 km dicoating dengan PE Tape satu layer (Anti corrosion coating). Menurut vendor, satu layer itu cukup untuk 30 tahun. Pipa tersebut berguna untuk menyalurkan BBM (Bensin) dan dipasang diatas permukaan rawa dengan penyangga H. Bagaimana kalau pipa ini mau dipasang fireproofing (PFP) untuk mengantisipasi kebakaran semak belukar pada musim kemarau. Mohon advice anda semua anggota milis, apakah boleh pipa yang sudah di-coating tersebut dilapisi lagi dengan Fireproofing pada bagian luarnya. Lalu jenis fireproofing yang mana yang cocok untuk itu?
Passive Fire Proofing bagi saya sesuatu yang masih baru.
Terima kasih atas info dan advice anda.


Tanggapan 9 - Thomas Yanuar


Maaf agak terlambat respon saya Pak Darma.

Memang perlu  diadakan studi kelayakan keeekonomian seiring risk/hazard assesment untuk jaringan pipa sepanjang 6 kilometer itu. Menurut saya, penggunaan Fireproofing tidaklah harus sepanjang itu. Efektifitas perencanaan penggunaan FP berdasarkan prediksi tingkat kebahayaan, seperti yang Bapak sampaikan akibat kebakaran semak pada waktu musim kemarau, mungkin akan lebih tepat guna setelah assesment dilakukan.


Tanggapan 10 - Alvin Alfiyansyah

Pak Darma,

Waduh, jangan tergesa-gesa mengambil keputusan, belum tentu fireproofing tepat bagi pipeline yang dimaksud. Ada baiknya anda lakukan risk assessment untuk menentukan pipeline segmen mana yang benar2 terexpose hazards yang dimaksud (semaknya sering terbakar sendiri atau dibakar orang?), saya yakin jika sepanjang 6 KM mau dipasang fireproofing maka tidak akan efektif, coba deh run cost benefit analysis untuk memastikannya. Jika memang sering terexpose temperature tinggi karena kebakaran semak, profilenya seperti apa dari segi operation dan integrity, apakah masih OK ?
ASME B31.4 dan ASME B31.8S bisa jadi panduan anda untuk melakukan risk assessment, mungkin juga bisa anda benchmark dengan effectiveness integrity program pipeline di tempat anda yang saya yakin ini existing pipeline utk melihat kelayakan pemasangan proteksi selanjutnya jika benar-benar diperlukan. 

Biasanya fireproofing dilakukan untuk structure member, support equipment yang spesifik dan bernilai tinggi dan sangat jarang buat pipeline, coba lihat dahulu di API 2218 utk fireproofing practise di lingkungan petroleum & petrochemical plant.

Pakar pipeline safety silakan menambahkan ya...kita sambung kemudian diskusinya.


Tanggapan 11 - Roslinormansyah
Sekedar nambahi saja API 2218 itu untuk jenis pool fire, bukan jet fire apalagi VCE. Kalau probabilitas pool-fire lebih besar maka lebih baik API 2218 sebagai guidance-nya.


Tanggapan 12 - Crootth Crootth

Apa yang disampaikan Alvin ada benarnya...

Apakah sudah dipikirkan beaya maintenance fire proofingnya?

Sepengetahuan saya di dunia process safety, kebanyakan passive fire protection itu tidak efektif karena persoalan maintenance ini... malah sering mentrigger residual risk yang juga tinggi: corrosion under insulation misalnya.   

Hmm.. jadi teringat kebocoran gas di salah satu plant di negeri ini yang penyebabnya adalah corrosion under insulation pada salah satu PFP (passive fire protection)...

Hmm Hmm masih tertarik memasang PFP tanpa QRA terlebih dulu.


Tanggapan 13 - Darmawi Bayin

Terima kasih pak Darmawan. Passive Fire Protection memang tidak umum. Its strange idea.
Kami hampir memastikan pipanya buried underground. Jadi tak perlu PFP.


Tanggapan 14 - ROSES-Man

Mas Dam,
Kalo untuk program maintenance-nya sih sebenernya gak terlalu  bermasalah.... mudah untuk didapatkan dengan metode2 yang ada di dunia  ini. namun yang bermasalah adalah pelaksanaannya, kadang2 dengan orang  males untuk buka tutup insulationnya itu.... sehingga cuma diraba2 atau  apalah, bahkan yang lebih parah hanya dilihat kemudian ditulis ok...  padahal belum tentu keadaannya.

Kl saya punya pengalaman di pesawat, karena susah untuk memeriksa  pneumatic duct, dimana tertutup ceiling dan insulation... terkadang  membuat pekerjaan ini susah dilakukan, belum lagi begitu insulation  dibuka, maka ada bagian2 yang harus diganti karena rusak atau basah.  salah satu yang harus diperiksa adalah sambungan antar duct yg tidak  boleh longgar/lepas dimana akibatnya ketika terbang, maka mulailah ada  rembesan2. yang akhirnya menetes ke kabin......

Itu pesawat yang hanya beberapa meter, kl berkilo2 meter? walah....
butuh berapa lama untuk memeriksanya.... cukup gak interval waktu dengan  lama pemeriksaan....

Comments

  1. Bapak-bapak, bisa minta info untuk lab yang bisa melakukan pengetesan berdasarkan standart UL1709?Di project saya, fireproofing berupa cementitous based yang diaplikasikan pada kolom. Saya nyari, kebanyakan menggunakan standart SNI1741-2008, dimana perbedaannya adalah:
    SNI: 1000 deg C setelah 90menit
    UL: 1093 deg C setelah kurang dari 5menit
    Ada yang bisa ngebantu?

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

DOWNLOAD BUKU: THE TRUTH IS OUT THERE KARYA CAHYO HARDO

  Buku ini adalah kumpulan kisah pengalaman seorang pekerja lapangan di bidang Migas Ditujukan untuk kawan-kawan para pekerja lapangan dan para sarjana teknik yang baru bertugas sebagai Insinyur Proses di lapangan. Pengantar Penulis Saya masih teringat ketika lulus dari jurusan Teknik Kimia dan langsung berhadapan dengan dunia nyata (pabrik minyak dan gas) dan tergagap-gagap dalam menghadapi problem di lapangan yang menuntut persyaratan dari seorang insinyur proses dalam memahami suatu permasalahan dengan cepat, dan terkadang butuh kecerdikan – yang sanggup menjembatani antara teori pendidikan tinggi dan dunia nyata (=dunia kerja). Semakin lama bekerja di front line operation – dalam hal troubleshooting – semakin memperkaya kita dalam memahami permasalahan-permasalahan proses berikutnya. Menurut hemat saya, masalah-masalah troubleshooting proses di lapangan seringkali adalah masalah yang sederhana, namun terkadang menjadi ruwet karena tidak tahu harus dari mana memulainya. Hal ters...

Leak Off Test

Prinsipnya LOT (leak off test) dilakukan untuk menentukan tekanan dimana formasi mulai rekah. Tujuannya: 1. Menentukan MASP (Max. Allowable Surface Pressure). Yaitu batasan max surface pressure yg boleh kita terapkan selama drilling operation, tanpa mengakibatkan formasi rekah (fracture). 2. Dengan mengetahui MASP, berarti juga kita bisa mengetahui Max. mud weight yg boleh kita terapkan selama drilling operation, tanpa mengakibatkan formasi rekah (fracture). 3. Menentukan Kick Tolerance. Yaitu maximum kick size yg masih bisa kita tolerir untuk dihandle. Parameter ini nantinya juga berperan untuk menentukan depth casing shoe yang aman dari sudut pandang well control issue. 4. Mengecek kualitas sealing antara cement dengan casing Tanya - BGP HSESupv. BGP.HSESupv@petrochina Dear all Saat masih di rig dulu saya sering mendengar istilah leak off test. dimana step2nya kira kira sebagai berikut 1. Cementing Job 2. TSK ,masuk string dan bor kurang lebih 3 meter dibawah shoe. 3. dilakukan ...

Shutdown System

Apa yang membedakan antara PSD dan ESD? Secara umum keduanya berfungsi "membawa" sistem pemroses ke "keadaan yang lebih aman". Namun secara spesifik PSD lebih ditujukan kepada sebab sebab Process Specific seperti: Overpressure di bagian hilir kompressor, temperatur tinggi di heater untuk fuel gas, level yang terlau rendah di slug catcher, dst. Sementara ESD lebih ditujukan untuk menanggulangi dampak dari suatu kejadian yang sudah terjadi: misalnya gas yang telah bocor, kebakaran kecil di technical room, kebocoran minyak di pipeline, dst. Kedua jenis shutdown ini dapat pula dipicu oleh spurious trip atau gagalnya sistem shutdown tanpa sebab sebab yang diketahui dengan jelas. lebih rendah levelnya dari PSD ialah USD, atau Unit shutdown. Perlu dicamkan penamaan bisa berbeda beda antar company, misalnya ada yang menyebutnya sebagai ESD1, ESD2, ESD3 dan seterusnya, ada yang menyebutkannya sebagai ESD, PSD, USD dan seterusnya. Tidak penting, yang penting pahami betul fi...